Wisata Bisnis – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menyatakan, ekspansi bisnis usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) melambat pada kuartal III-2024. Hal itu tertuang dalam publikasi Indeks Bisnis UMKM.
Hasil survei menunjukkan ekspansi bisnis UMKM mengalami pelambatan, tercermin dari penurunan Indeks Bisnis UMKM. Angka tersebut berada pada level 102,6, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II-2024 yang mencapai 109,9.
Direktur Bisnis Mikro BRI, Supari menyampaikan, pada Q3-2024 Indeks Bisnis UMKM masih berada pada level 102,6. Angka di atas 100 itu bermakna ekspansi bisnis UMKM masih berlanjut.
“Hal ini ditopang oleh aktivitas masyarakat kembali normal pasca Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) seperti Idul Fitri, Waisak dan Idul Adha, ditambah libur sekolah. Adanya peningkatan panen komoditas Perkebunan, aktivitas proyek-proyek pemerintah dan swasta. Selain itu semakin meningkat menjelang akhir tahun serta banyak acara pesta (pernikahan) dan aktivitas partai politik menjelang pilkada,” kata Supari.
Pada kuartal IV-2024, BRI menilai pebisnis UMKM tetap yakin akan ekspansi usahanya ke depan, tercermin pada Indeks Ekspektasi Bisnis UMKM sebesar 122,3. Namun, dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, level Indeks Ekspektasi Bisnis kuartal III-2024 mengalami penurunan. Kemudian hal itu yang memberikan sinyal laju kenaikan aktivitas usaha yang lebih moderat.
“Penurunan optimisme ini terutama karena melemahnya daya beli masyarakat, persaingan yang semakin ketat, serta awal musim tanam tanaman pangan,” ujarnya.
Penurunan ini terkait dengan turunnya permintaan barang dan jasa pasca HBKN dan normalisasi produksi pangan pascapanen raya. Meski harga jual rata-rata mengalami kenaikan, penurunan volume produksi dan penjualan menyebabkan nilai penjualan juga ikut tertekan.
Pada kuartal tersebut, pemesanan dan persediaan barang input masih mengalami kenaikan, meskipun lebih lambat dibandingkan kuartal II-2024. Oleh karena adanya kenaikan harga barang input dan prospek usaha yang lebih moderat. Persediaan barang jadi juga meningkat, namun dengan laju yang lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya.
Sektor Pertanian, Hotel dan Restoran Juga Terdampak
Secara sektoral, ekspansi bisnis UMKM pada Q3-2024 sebagian besar mengalami perlambatan. Beberapa sektor usaha seperti sektor pertanian serta sektor hotel dan restoran, bahkan menunjukkan kontraksi.
Di sisi lain, aktivitas sektor pertanian pun menurun menyusul pasca panen raya tanaman pangan pada Q2-2024 dan musim kemarau di sejumlah daerah. Sektor hotel dan restoran juga mengalami kontraksi pasca HBKN dan libur sekolah pada kuartal sebelumnya, membuat permintaan terhadap jasa akomodasi menurun signifikan.
Selanjutnya, sektor pertambangan masih ekspansi sejalan musim kemarau yang kondusif bagi sektor ini, terutama penambangan pasir untuk kegiatan konstruksi dan permintaan air bersih. Ekspansi pada sektor industri dan perdagangan, khususnya pengangkutan terutama ditopang oleh kenaikan rata-rata harga jual dan permintaan yang masih relatif kuat, setelah aktivitas kerja dan sekolah kembali normal pasca HBKN.
Namun, ekspansi aktivitas di sejumlah sektor itu melambat dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Kenaikan aktivitas sektor jasa-jasa sejalan dengan banyaknya event seperti pesta pernikahan, juga peningkatan kegiatan partai politik jelang Pilkada.
UMKM Optimis Dengan Kemampuan Pemerintah
Melihat ke depan, UMKM tetap optimistis dengan ekspansi bisnis di Q4-2024, tercermin dari Indeks Ekspektasi Bisnis yang mencapai 122,3. Meskipun mengalami penurunan dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Penurunan tersebut menggambarkan ekspektasi yang lebih moderat akibat melemahnya daya beli masyarakat, persaingan yang semakin ketat, dan musim tanam yang segera dimulai. Sejalan dengan pelambatan tersebut, Indeks Sentimen Bisnis (ISB) UMKM pada kuartal III-2024 mengalami penurunan, berada pada level 115,1.
Pebisnis UMKM memberikan penilaian tertinggi terhadap kemampuan pemerintah dalam menciptakan rasa aman dan menyediakan infrastruktur. Sementara itu, penilaian terendah diberikan terkait kemampuan pemerintah menstabilkan harga barang dan jasa. Hal itu yang dianggap semakin memberatkan usaha UMKM akibat naiknya harga barang input.
“Hal ini tampaknya terkait dengan terus meningkatnya harga barang input yang menggerus keuntungan usaha, sehingga menjadi beban yang cukup berat bagi sebagian pelaku bisnis UMKM,” jelas Supari.