5 Wisata Budaya Sulawesi Tenggara (Sultra) Yang Populer

Wisata Bisnis – Sulawesi Tenggara adalah provinsi yang sangat populer dengan wisata baharinya. Selain wisata baharinya, Sulawesi Tenggara juga populer akan wisata budaya hingga kulinernya.

Wisata budaya di Sulawesi Tenggara (Sultra) merupakan bagian dari ribuan budaya yang telah berkembang di Indonesia sejak zaman dulu kala. Sedikitnya ada 5 wisata budaya di Sulawesi Tenggara (Sultra) yang populer berdasarkan rangkuman dari beberapa sumber, seperti berikut.

Wisata Tenun Buton

Seni menenun telah dikenal di Sultra secara turun temurun dari nenek moyang ratusan tahun yang lalu. Hasil tenunan ini sangat dikagumi karena dikerjakan dengan penuh keterampilan, ketekunan dan kesabaran. Pada umumnya semua pekerjaan menenun dilakukan oleh wanita untuk memenuhi sandang keluarga, untuk keperluan upacara adat perkawinan, pesta-pesta, acara adat lainnya dan pakaian sehari-hari.

Kerajinan tenun dari Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara biasanya menggambarkan obyek alam yang mereka temukan di sekitarnya. Tenun Buton juga kaya akan warna-warna. Inilah yang menjadi kekhasan kerajinan tenun dari Buton.

Tenun-Buton oleh masyarakat Buton, kerajinan tenun ini dianggap mampu menjadi perekat sosial bagi masyarakat Buton, sebab tenun Buton adalah sumber pengetahuan orang-orang Buton memahami lingkungan alamnya.

Hal ini terlihat dari corak dan motif tenunannya, misalnya motif betano walona koncuapa yang terinspirasi dari abu halus yang melayang-layang hasil pembakaran semak saat membuka ladang; motif colo makbahu atau korek basah, motif delima bongko (delima busuk), motif delima sapuua, dan lain lain. Motif sederhana disebut kasopa, sedangkan motif yang lebih rumit disebut kumbaea

Selain sebagai perekat sosial, tenun Buton juga dianggap mampu menjadi identitas diri, karena bagi orang Buton, pakaian tidak hanya sebagai pelindung tubuh dari terik matahari dan dinginnya angin malam, tetapi juga sebagai identitas diri.

Dengan melihat pakaian yang dikenakan oleh wanita Buton misalnya, kita bisa mengetahui apakah dia telah menikah atau belum. Selain itu, mereka juga bisa menandakan perempuan tersebut berasal dari golongan awam atau bangsawan.

Upacara Adat Posuo

Posuo di masyarakat Jawa disebut pingitan. Dalam tatanan masyarakat Buton.

Posuo diartikan sebagai suatu prosesi upacara peralihan status individu wanita dari gadis remaja dalam bahasa Buton, labuabua ke status gadis dewasa kalambe. Upacara ritual ini diyakini sebagai sarana menguji kesucian seorang gadis.

Menurut La Ode Maulidun (46), budawayan Buton, upacara posuo dilaksanakan selama delapan hari delapan malam dalam ruang khusus yang disebut suo.

Upacara Adat Kabuenga

Kabuenga merupakan tradisi mencari pasangan hidup khas Kabupaten Wakatobi. Tradisi ini bermula ketika para pemuda maupun gadis setempat jarang mempunyai kesempatan bertemu.

Dahulu para pemuda sering berlayar untuk merantau atau lebih banyak di laut sehingga sulit bertemu dengan para gadis. Karena itulah, para lelaki dan perempuan lajang kemudian dipertemukan dalam Tradisi Kabuenga.

Tradisi ritual Kabuenga yang dianggap mengandung nilai-nilai sakral oleh masyarakat Wakatobi. Pada masa lampau digelar sekali dalam setahun, yakni pada setiap usai merayakan Hari Raya Idul Fitri.

Upacara Adat Karia

Upacara adat Karia’a adalah sama dengan perayaan sunatan. Hal ini biasanya dilakukan oleh Suku Buton, dimana anak-anak mereka umumnya sudah disunat sejak usia lima tahun. Biasanya dilakukan di sebuah lapangan terbuka, ditandai dengan suara nyanyian dari sekelompok ibu-ibu.

Seluruh peserta perayaan Karia’a akan mendapatkan bagian dari syara, yaitu pemimpin upacara Karia’a. Kemudian, semua peserta upacara akan menuju batanga, yaitu tempat perayaan dari rumah mereka masing-masing. Peserta menuju batanga dengan menggunakan kansoda’a, yaitu usungan yang terbuat dari bambu besi, atau oleh masyarakat setempat disebut o’o.

Karia’a sebenarnya sama dengan perayaan sunatan, dimana anak-anak perempuan yang sudah dihias diusung selama perayaan berlangsung. Perayaan Karia’a dilakukan dengan arak-arakan keliling kampung sambil membawa usungan.

Uniknya, dalam perayaan Karia’a yang diusung bukanlah anak laki-laki yang telah disunat, melainkan anak-anak perempuan yang telah didandani dengan pakaian adat daerah Buton, Wakatobi dan hiasan bunga di kepala.

Upacara adat Karia’a merupakan salah satu tradisi Suku Buton Wakatobi yang sudah dilakukan sejak 1918.

Layang-layang tradisional Khagati, dari Kabupaten Muna

Layang-layang pertama di Indonesia itu bernama Kaghati, sebuah layang-layang khas suku Raha, Pulau Muna, Sulawesi Tenggara. Hal itu dibuktikan dengan adanya lukisan tangan manusia di dalam sebuah gua.

Lukisan tersebut berada di Gua Ceruk Sugi Patani, Desa Liang Kobori, Kecamatan Lohia, Kabupaten Muna. Hal itu menggambarkan seseorang yang sedang bermain layang-layang. Lukisan dalam gua itu terbuat dari oker. Itu merupakan campuran antara tanah liat dengan getah pohon.

Permainan layang-layang (Kaghati) oleh nenek moyang masyarakat Muna telah dilakukan sejak 4 ribu tahun lalu. Hal ini berdasarkan penelitian Wolfgong Bick tahun 1997 di Muna.

Layang-layang tradisional dari Pulau Muna ini terbuat dari lembaran daun kolope (daun gadung) yang telah kering kemudian dipotong ujung-ujungnya. Satu per satu daun tersebut dijahit agar setiap helai daunnya bisa menyatu, sebagai rangka layangan terbuat dari lidi bambu, dan talinya dijalin dari serat nenas hutan. Untuk membuat satu buah Kaghati dibutuhkan banyak daun, yakni sekitar 100 lembar daun.

About pangeranbertopeng